Meskipunpara penari sufi yang berputar-putar nampak misterius, adal-usul tarian yang disebut tarian darwis itu berasal dari pengalaman yang akrab dan dengan kita: cinta dan kehilangan. Penggagas
Jakarta - Berputar dan terus berputar selama dua jam tak membuat para penari sufi pusing dan jatuh. Ternyata ada rahasianya. Tarian ini tak sembarang dilakukan, perlu latihan serta keahlian khusus agar tak hilang sufi dan pemilik Zawiyah Pondok Rumi, Workshop Whirling Dervishes Rumi & Sufi Meditation Center Arief Hamdani menjelaskan beberapa tahapan yang bermuara pada kecintaan terhadap Sang Pencipta."Sebelum mulai, latihannya berdzikir dulu, lalu bershalawat nabi. Penari sufi tidak akan pusing karena ditubuhnya sudah teraliri rasa cinta yang mendalam kepada Allah. No love, no movement," kata Arief kepada detikHOT, Senin 22/7/2013 usai pementasan di Main Atrium, East Mall, Grand Indonesia Shopping Town. Ada dua dzikir utama yang wajib dibaca, yakni Asma'ul Husna dan shalawat Nabi Muhammad SAW. Tidak perlu semua Asma'ul Husna yang berjumlah 99 nama dibaca, cukup beberapa saja. Frekuensinya juga tidak baku. Bisa 100 kali, bahkan bagaimana cara berlatihnya? Ternyata cukup mudah. Bagi penari sufi pemula, mereka dianjurkan membaca dzikir selama minimal 20 menit satu hari sambil melakukan gerakan memutar."Sehari 20 menit, tapi awal-awal 2 menit saja dulu, baru dilanjutkan secara terus menerus. Ya, minimal satu kali seminggu latihan. Enggak bisa langsung karena nanti pasti jatuh. Kalau sudah makin lama berdzikir, muncul kecintaan yang makin kuat, baru terasa," dzikir, seorang penari sufi juga perlu latihan fisik seperti olah nafas. Tapi, melalui dzikir pun, semua latihan tersebut dapat diperoleh dengan lebih fleksibel. "Sama saja ketika baca Al-Qur'an, dzikir terus menerus juga secara otomatis melatih nafas," kata berusia 50 tahun ini memaparkan, untuk benar-benar bisa menjadi penari profesional dibutuhkan waktu sekitar empat bulan latihan. Berlaku bagi semua usia."Dzikir itu ada hitungannya juga. Ya, sampai bisa tahapannya 3 X 40 hari-lah. Latihan itu juga kan sekaligus latihan mengendalikan ego. Kalau ego bisa dikendalikan, disitu ada cinta. Tarian ini tarian cinta," ujarnya. utw/utw
Gerakanini melambangkan alam semesta yang selalu berputar mengelilingi garis edarnya masing-masing. Tangan kanan dengan telapak tangan menghadap ke atas di muka, sedangkan di belakang tangan kiri menghadap ke bawah. Itulah simbol bahwa apa yang mereka dapatkan dari kemurahan dan kasih sayang Allah mereka sebarkan ke seluruh semesta.
ArticlePDF AvailableAbstractSufi dance seeks to unite humans with God so that they are always close to the Creator so that with this sufi dance movement that performs circular movements, someone who does it will be more focused and the mind will subconsciously calm down. This is what makes sufi dance known as a medium for psychological therapy. This study aims to analyze the psychological developments experienced by sufi dancers who have experienced psychological disorders and can successfully disappear by doing this sufi dance. This study uses descriptive qualitative methods to explain the results of the research that has been done. The data obtained were sourced from observations, interviews and questionnaires. The data are classified into six categories and analyzed with theories obtained from source books as the basis for literature. The results show the dynamics of sufism in social life, sufi dance as a manifestation of sufism, sufi dance and culture, the role of sufi dance on psychology, Sufi dance methods as a medium of psychological therapy, and the psychological development of sufi dancers. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 99 How to cite Krisgianto, Utami, Angelita, & Wirajaya. 2022. Tari Sufi sebagai Media Terapi Psikologis dalam Ranah Islam. Kontekstualita Jurnal Sosial Keagamaan, 372, 99-116. Kontekstualita Jurnal Sosial Keagamaan Volume 37, Nomor 2, 2022 pp 99-116 DOI Tari Sufi sebagai Media Terapi Psikologis dalam Ranah Islam Krisgianto1*, Rizqa Dwi Utami2*, Tasya Angelita3, Asep Yudha Wirajaya4 1234Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah, Indonesia *corresponding author rizqadwi354 ABSTRACT Sufi dance seeks to unite humans with God so that they are always close to the Creator so that with this sufi dance movement that performs circular movements, someone who does it will be more focused and the mind will subconsciously calm down. This is what makes sufi dance known as a medium for psychological therapy. This study aims to analyze the psychological developments experienced by sufi dancers who have experienced psychological disorders and can successfully disappear by doing this sufi dance. This study uses descriptive qualitative methods to explain the results of the research that has been done. The data obtained were sourced from observations, interviews and questionnaires. The data are classified into six categories and analyzed with theories obtained from source books as the basis for literature. The results show the dynamics of sufism in social life, sufi dance as a manifestation of sufism, sufi dance and culture, the role of sufi dance on psychology, Sufi dance methods as a medium of psychological therapy, and the psychological development of sufi dancers. ARTICLE HISTORY Received 2022 Accepted 2022 Published 1 Desember 2022 KEYWORDS Psychology; Tasawuf; Sufi. 100 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya ABSTRAK Tari sufi berupaya untuk menyatukan diri manusia dengan Tuhan agar selalu dekat dengan Sang Pencipta hingga dengan gerakan tari sufi ini yang melakukan gerakan putar-memutar, seseorang yang melakukannya akan lebih fokus dan pikiran secara tidak sadar akan ikut tenang. Hal itu yang membuat tari sufi dikenal sebagai media terapi psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan yang terjadi dari segi psikologis yang dialami oleh penari sufi yang pernah mengalami gangguan psikologis dan dapat berhasil hilang dengan melakukan tari sufi ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan. Data yang diperoleh bersumber dari observasi, wawancara dan kuesioner. Data tersebut diklasifikasikan dalam enam kategori dan dianalisis dengan teori yang diperoleh dari buku sumber sebagai dasar literatur. Hasil penelitian menunjukkan dinamika pada ilmu tasawuf di dalam kehidupan bermasyarakat, tari sufi sebagai wujud dari tasawuf, tari sufi dan budaya, peran tari sufi terhadap psikologis, metode tari sufi sebagai media terapi psikologis, dan perkembangan psikologis penari sufi. Kata Kunci Psikologis; Tasawuf; tari Sufi. PENDAHULUAN Tasawuf merupakan dimensi dalam Islam yang mengandung sebuah ajaran mistik yang bermunculan pada abad ke-9 Masehi, yaitu sekitar dua ratus tahun setelah berdirinya agama Islam. Pada awal mulanya tasawuf lahir dari ajaran Islam, namun seiring berjalannya waktu tasawuf menjadi dimensi yang lebih universal meliputi ajaran mistik agama-agama di seluruh dunia. Terdapat keterkaitan mistisme dengan agama, diibaratkan sebatang pohon yang akar pohon tersebut merupakan amalan manusia dalam menjalankan agama tersebut, dan mistisisme terletak pada pohon tersebut Frager, 1999. Dalam nalurinya, mistisme tidak begitu jauh berbeda dengan tasawuf, karena seluruh mistisme yang ada di dunia memiliki tujuan satu yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan, seseorang yang mengamalkan tasawuf salah satunya adalah seorang sufi. Seorang sufi melakukan gerakan-gerakan dalam mendekatkan diri pada Tuhan. Seorang sufi yang mengikuti ajaran tasawuf dengan melakukan gerakan-gerakan memutar tanpa sadar yang disebut dengan tari sufi, yang merupakan karya dari seorang sufi ternama yang bernama Jalaluddin Rumi, asal Turki. Tari sufi atau yang dikenal dengan whirling dance merupakan bentuk ekspresi seorang hamba kepada Allah subhanu wa ta’ala dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam yang memberi tuntunan bahwa Nabi Muhammad memiliki cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara berdzikir. 101 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya Maka dari itu Jalaluddin Rumi mengembanglan amalan dzikir tersebut yang diiringi gerakan putar-memutar sehingga tercipta karya tari sufi. Tari sufi dimulai berputar berlawanan arah jarum jam diawali dengan perlahan. Makna gerakan ini melambangkan alam semesta yang berputar dari garis edarnya. Posisi telapak tangan kangan menghadap ke atas di muka, sedangkan punggung tangan kiri menghadap ke bawah yang menyimbolkan yang akan diperoleh seorang hamba atas kemuarahan dan kasih sayang Allah yang disebarkan ke seluruh alam semesta Falah, 2015. Kemudian penari sufi berputar semakin cepat seiring waktu berjalan dan dari tarian sufi tersebut penari sufi dapat mencapai tingkatan untuk menyentuh puncak kesempurnaan. Gerakan berputar-putar yang begitu lama menunjukkan penari sufi tengah berada dalam kesadaran yang tinggi dan semakin sadar terhadap keberadaan dirinya di hadapan Sang Pencipta. Terapi psikospiritual umumnya pada kata tasawuf banyak didengar di manapun, ceritanya, bukan pengamalannya. Tasawuf harus dilakukan amalannya, karena sebuah topik yang hanya didengar dan dibicarakan mengenai tasawuf saja tidak cukup sebelum orang tersebut mengamalkannya. Sehingga makna tasawuf sendiri tidak hanya berupa omong kosong belaka Falah, 2015. Tasawuf dilakukan sebagai psikoterapi yang diamalkan oleh orang sufi untuk membersihkan diri dari hal-hal buruk dan hati menjadi lebih damai dan lebih tenang setelah melakukannya. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Falah, 2015 mengenai tasawuf dan psikoterapi yang membicarakan tentang makna tarian sufi Jalaluddin Rumi di Pondok Pesantren Roudlotun Ni’mah Kalicari Semarang. Pada penelitian tersebut memiliki tujuan untuk mendeskripsikan makna tarian sufi Jalaluddin Rumi di lokasi penelitian. Pada proses melakukan tari sufi, seorang penari memulai awalan gerakan dengan melakukan sebuah ritual yang mencakup berwudhu seperti akan shalat, kemudian melakukan shalat sunah syukur wudhu, lalu diakhiri persiapan tersebut dengan dzikir untuk menutupi sesuatu yang melindunginya dari kotoran. Sebagai peribadatan dalam tasawuf yang menyentuh batin dengan ritual dan pergerakan yang terjadi, tari sufi menjadi penyembuhan dengan pendekatan spiritualitas. Proses yang terjadi pada tari sufi mendorong pelaku 102 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya tari sufi menuju pengalaman batin hingga menemukan kenikmatan jiwa Arroisi, 2018. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data bersumber dari wawancara, materi audio-visual, dokumentasi dan laporan, lalu dilanjutkan dengan analisis buku literatur. Konsep pelaksanaan penelitian ini menggunakan konsep pelaksanaan online dan lapangan. Penelitian ini dilakukan secara online karena penelitian berupa wawancara dan kuesioner ini dilakukan secara online pada Zoom Meeting. Penelitian di lapangan juga dilakukan karena peneliti melakukan wawancara dengan informan ke lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik observasi yaitu bertujuan untuk menghimpun data melalui pengamatan terhadap informan. Wawancara juga dilakukan dengan informan yang sebelumnya telah disediakan beberapa pertanyaan untuk melakukan penelitian. Wawancara dilakukan di tempat komunitas sufi ABG, Jalan Sunan Giri, Dusun Tempuran, Desa Gandukepuh, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Untuk menganalisis datanya digunakan sumber penelitian berupa buku literatur yang relevan sebagai penunjang penelitian dan teori analisis yang dihubungkan dengan hasil penelitian. Lalu disimpulkan berdasarkan hasil penelitian dan analisis teori pada buku sumber penelitian. Penelitian ini termasuk pada penelitian sosial humaniora yang mengacu kepada pemasalahan masyarakat dimana peneliti menganalisis keadaan dan pengalaman penari sufi sesuai kenyataan yang dialami. Pembahasan pada penelitian ini dilakukan analisis pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada wawancara yang dilakukan oleh ketua dan anggota penari sufi dan kuesioner yang dilakukan oleh anggota tari sufi dan masyarakat. Data kemudian ditafsirkan dengan teori yang ada dengan menganalisis data hasil dari wawancara baik observasi, wawancara, maupun kuesioner. Data akan ditafsirkan apakah termasuk ke dalam ranah psikologis atau bukan. Kemudian dianalisis dengan buku literatur yang relevan. 103 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Tasawuf dalam Kehidupan Tasawuf merupakan bidang dalam keilmuan agama Islam yang dimaksudkan sebagai jalan atau tarekat untuk manusia menuju Tuhan Sang Pencipta alam semesta. Dalam kehidupan manusia tidak lepas dengan pemikiran-pemikiran yang condong untuk mengesakan Tuhan. Hal ini sebagai bentuk pernyataan bahwa manusia sangat lah kecil dibandingkan dengan kebesan Tuhan. Di dalam tasawuf terdapat tiga teori yang menjadi pandanagn perilaku kehidupan manusia. Pandangan ini mencakup sifat-sifat baik pada manusia. Tasawuf dalam kehidupan manusia beragama dikaitkan dengan sikap dan pemikiran. Menempatkan tasawuf sebagai pemikiran untuk menghadapi masalah-masalah dan tantangan kehidupan sehari-hari dan menyebut bahwa Tuhan tempat kita untuk berserah diri Syukur, 2011. Tiga teori yang menjadi dasar perilaku kehidupan manusia yaitu tasawuf falsafi, tasawuf amali, dan tasawuf akhlaki. Pembagian tiga teori dalam tasawuf menjadi ciri utama jalan pikiran manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Teori tasawuf pertama, yaitu tasawuf falsafi. Tasawuf falsafi memandang bahwa ilmu tasawuf didasarkan atas pengaruf yang dirasakan. Tasawuf ini mengajarkan kehidupan masyarkat tentang keseimbangan perkembangan yang semakin modernisaasi. Menempatkan masyarakat dalam kehidupan sekarang yang matearialistik. Dengan tasawuf ini dapat dilihat betapa pentingnya keseimbangan pemikiran hidup untuk akhirat dan duniawi. Tasawuf falsafi menitikberatkan pada upaya kita untuk cinta dan menjadi kekasih Allah. Tasawuf falsafi mencakup tentang sejarah awal mula lahirnya tasawuf dan perkembangannya dalam agama Islam, sehingga menjadikan tasawuf sebagai ilmu yang dapat berdiri sendiri. Tasawuf falsafi memadukan ajaran anatara visi intuitif dan visi rasional. Dengan begitu tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metode berdasarkan rasa Syukur, 2011. Kedua, tasawuf amali. Tasawuf amali memfokuskan pemikiran manusia dalam kehidupan yang memiliki sifat untuk mendekatkan diri dan berserah pada Allah. Hal ini mencerminkan pada thariqah yang membedakan penari sufi satu dengan yang lain. Thariqah ini meupakan gambaran kemampuan seseorang 104 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya untuk mendekatkan diri pada Allah. Kemudian untuk kemampuan yang membutuhkan bantuin orang lain untuk mendekatkan diri kepada Allah melahirkan komunitas atau kelompok masyarakat yang memiliki orientasi pemahaman yang sama. Sehingga dengan muncullnya kelompok masyarakat ini menjadi amalan yang melekat pada sifat manusia untuk saling berbagi ilmu maupun harta yang sifatnya duniawi. Orang yang mengamalkan ilmu tasawuf akan tercermin keseimbangan hidup antara urusan dunia dan akhirat. Sebenarnya dengan adanya tasawuf ini membuat manusia tidak lupa dengan jati diri mereka. Manusia hanya patuh untuk menjalankan kewajiban-kewajiban di dunia hanya untuk bekal di akhirat nanti. Bukan berarti tasawuf dalam kehidupan masyarkat menjadi pengekang untuk selalu berbuat baik, tetapi kesadaran manusia sendiri dalam memikirkan kehidupan di akhirat. Sehingga timbullah keinginan untuk mencari jalan menuju kecintaan Allah. Ketiga, akhlaqi. Jenis tasawuf yang ketiga ini sangat melekat pada diri manusia. Manusia dalam kehidupan memiliki tiga macam akhlak atau kepribadian. Ada manusia yang akhlaknya baik, sedang, dan ada pula yang memiliki akhlak buruk. Hal ini ditentukan pula dari diri masing-masing orang menaruh tasawuf atau tidak dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa merangkul ilmu tasawuf dalam dirinya akan berkepribadian yang baik untuk mencapai cinta dan menjadi kekasih Allah. Sebaliknya orang yang tidak memiliki rasa empati untuk mendalami ilmu tasawuf tidak akan berpikir sejauh mana kecinttan Allah terhadap dzat yang Dia ciptakan dan kecintaan manusia terhadap Allah sebagai Tuhan Sang Pencipta alam semesta. Tasawuf akhlaqi juga dipandang sebagai cara penyucian diri. Penyucian diri ini meliputi proses manusia untuk meraih kesucian jiwa dan raga di mata Allah. Hal ini sangat berguna untuk kebahagiaan manusia baik di dunia maupun akhirat. Terdapat tiga unsur dalam tasawuf akhlaqi yaitu takhalli, tahalli, dan tajah. Takhalli merupakan sifat manusia untuk melakukan pengosongan diri dari sifat-sifat yang tercela, seperti iri, berprasangka buruk, berbohong, suka mencuri, tidak suka terhadap kebahagiaan orang lain dan lain-lain. Takhalli dimaksudkan agar manusia memiliki sifat-sifat yang terpuji, sehingga mencapai kebahagiaan yang optimal. Tahalli merupakan pengosongan sifat-sifat tercela, dimaksudkan agar kita untuk mengisi diri dengan sifat-sifat yang terpuji dan 105 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya disukai Allah. Sifat terpuji seperti saling membantu sesama manusia, dermawan, menjalankan kewajiban Allah dan menjauhi laran-Nya, sabra, tawakal, ikhlas, serta sifat terpuji lainnya. Tajali merupakan hati yang bersih. Hati yang bersih ini sebagai hasil dari kedua unsur sebelumnya. Setelah pengosongan sifat-sifat tercela dan menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, maka lahirlah hati yang bersih. Hal ini membuat manusia dapat menangkap cahaya ketuhanan, yaitu cahaya yang sangat terang. Ketiga teori tasawuf tersebut merupakan bentuk untuk terapi psikologis dalam ranah Islam. Dalam hal psikologis bagaiman manusia menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah kehidupan dengan ajaran Islam untuk mendekatkan dan berserah diri pada Allah. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia dalam kehidupan tidak lepas dari masalah yang dihadapi. Masalah ini dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti hilangnya jati diri, putus asa, emosional, ketakutan, malas, berprasangka buruk, dan lain sebagainya. Dengan tasawuf ini merupakan jalan untuk mengobati penyakit-penyakit diri yang berhubungan dengan psikologis manusia. Al-Hujwiry mengatakan bahwa sumber pengetahuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Ketuhanan dan kemanusiaan. Ia menggolongkan pengetahuan tentang Ketuhanan menjadi tiga macam, yaitu pengetahuan tentang Zat dan Ke-Esaan Tuhan, pengetahuan tentang sifat-sifat Tuhan, dan pengetahuan tentang tindakan-tindakan dan kebijaksanaan Tuhan. Tari Sufi sebagai Wujud Tasawuf Tasawuf merupakan konsep, ajaran, teori tentang hubungan manusia dengan Tuhan yang sangat dekat. Kedekatan tersebut diperoleh dengan menghindari ketergantungan terhadap nafsu dan Hasrat duniawi untuk memperoleh kedekatan yang sebenarnya, yaitu kedekatan hati dan perasaan. Hasrat dan nafsu terhadap duniawi yang bersifat kebendaan merupakan sumber adz-dzulumat kegelepan yang berakibat manusia tidak dapat melihat an-nur cahaya. Berbeda dengan pemahaman tasawuf pada masa sekarang, dahulu tasawuf sudah dikerjakan oleh para sahabat dalam kegiatan sehari-hari. Tasawuf tersebut dilakukan sebagai perilaku hidup sederhana dengan jalan zuhud. Perilaku zuhud tersebut bukan sebagai gerakan spiritual pada zaman sahabat. Praktik zuhud ini kemudian berkembang sebagai paham dan gerakan spiritual dalam Islam pada masa-masa sekarang. Awal mula ajaran ini disebut 106 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya sebagai tasawuf adalah padda abad ke-2 Hijriah di Kuffah dan Basrah. Keberadaan nama tasawuf menjadikan istilah sufi sebagai julukan bagi para pelaku zuhud akhirnya muncul Bakri & Saifuddin, 2019. Tasawuf dipandang dalam tiga sisi, yaitu sebagai suatu bidang keilmuan akhlaki, sebagai sebuah amalan keagamaan amali, dan sebagai bentuk sikap dan pemikiran falsafi. Tasawuf akhlaki lebih memfokuskan pada kejiwaan. Hal itu berkaitan dengan cara mengatur sikap dan mental seseorang. Jika seseorang telah mampu menyucikan jiwa, maka akan dilanjutkan pada tingkatan tasawuf amali. Tasawuf amali yaitu bentuk praktik tasawuf dalam pengamalan yang lenih dikenal dengan thariqoh atau tarekat. Sementara itu, tasawuf yang ajaran atau konsepnya memadukan antara visi intuitif dan visi rasional merupakan pengertian dari tasawuf falsafi. Berbeda dengan kedua sisi tasawuf sebelumnya, tasawuf falsafi dikatakan sebagai ilmu tasawuf yang tidak murni sebab konsep ajarannya sering dipengaruhi oleh ajaran-ajaran filsafat Bakri & Saifuddin, 2019. Unsur utama dalam tarekat adalah guru sufi yang menurunkan ilmunya kepada para murid. Kedudukan seorang guru sangat krusial dan mulia bagi para murid. Kedudukan guru dengan pengalaman rohani yang berbeda-beda menghasilkan aliran atau mahzab dalam dunia tasawuf. Meskipun demikian, tujuan dari masing-masing mahzab dalam tasawuf adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Unsur tarekat selanjutnya adalah murid yang dibimbing oleh guru berdasarkan pengalaman rohani yang didapat. Unsur tarekat yang ketiga adalah bai’at, yaitu janji atau ikrar murid kepada guru untuk setia dan berusaha konsisten dalam menempuh ilmu tasawuf dengan taat dan hormat Bakri & Saifuddin, 2019. Di antara ribuah mahzab tasawuf dalam tarekat, terdapat salah satu mahzab terkenal, yaitu tarekat Maulawiyah. Tarekat ini didirikan oleh Muhammad Jalal al-Din Rumi atau yang lebih dikenal dengan Jalaluddin Rumi. Maulawiyah diambil dari kata Maulana yang berarti guru kami. Tarekat Maulawiyah memiliki ciri unik dalam praktiknya, yaitu sema’. Perjalanan spiritual menjadikan pengalaman rohani Rumi begitu penting dalam teknis praktik tarekatnya. Rumi sangat mencintai musik dan seni sehingga tercipta sema’ sebagai praktik tarekat Maulawiyah. Sema’ merupakan tarian berputar dengan melantunkan zikir-zikir dan selawat Bakri & Saifuddin, 2019. 107 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya Sema adalah wujud proklamasi dan pernyataan tekstual kepada semesta, bahwa dimensi sakral, atmosfir wilayah cinta Tuhan dan kesadaran atas kefanaan seorang hamba dapat dijelajahi lewat sebuah tarian dan nyanyian syair. Ia merupakan seni perasaan yang ditransfer melalui gerak tubuh dan lantunan syair. Semuanya akan bermuara pada perubahan yang memabukkan dari dimensi trans, gelombang ekstase. Di sinilah manusia menemukan kedamaian hakiki yang tak dapat dirasakan di luar sana Fanani, 2011. Hal itu dilakukan dalam keadaan tidak dapat mengontrol tubuh ketika mendengar selawat dilantunkan. Kemudian, pikiran menjadi kosong dan hanya mampu ingat kepada Allah. Tidak jarang, seorang penari sampai menangis karena teringat dosa-dosa yang pernah dilakukan. Sema’ di dunia Barat dikenal dengan The Whirling Darvish Para Darwis yang Berputar. Di Indonesia, sema’ dikenal dengan Tari Sufi. Akan tetapi, terdapat perbedaan dari keduanya, seorang penari sufi belum sampai pada tahap tarekat. Dalam artian mereka mempelajari sema’ sebagai wujud Tarekat Maulawiyah berupa ajaran-ajaran dasar. Begitu pula para penari di Sanggar ABG Angudi Berkahing Gusti di Desa Gandukepuh, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Jadi, seorang penari sufi belum berada di tingkat tarekat yang sama seperti seorang darwis Nurdin, 2021. Tari Sufi, Bahasa, dan Budaya Tari Sufi atau dikenal whirling dervishes adalah tarian Islam karya seorang sufi dari Turki bernama Maulana Jalaludin Rumi. Rumi merupakan seorang pujangga Sufi dari tanah Persia. Tari Sufi diciptakan sebagai perwujudan dari bentuk ekspresi kecintaan manusia terhadap Allah Sang Pencipta dan Maha Besar. Tari Sufi juga dilakukan untuk mendoakan Nabi Muhammad Saw. Salah satu ajaran Nabi Muhammad Saw. ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mendekatkan diri sebagai jalan untuk mengatasi permasalahan duniawi. Dalam hal psikologis seperti masalah mental. Manusia memiliki mental yang daopat terganngu. Tari Sufi inilah media untuk penyumbuhan atau terapi psikologis manusia dalam ranah Islam. Rumi menciptakan Tari Sufi dengan cara berputar-putar berlawanan arah jarum jam dan berzikir. Tari sufi adalah salah satu peribadatan dalam tasawuf. Tasawuf sering dianggap ilmu yang melangit karena tasawuf sendiri menyentuh hal batin dan mistik, maka disebut dengan mistisme Islam. Bahkan perbincangan ini yang 108 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya membuat tasawuf dianggap kontroversial. Akan tetapi, anggapan yang kontroversial tersebut menurut Syekh Muhammad Hisyam Kabbani disebabkan karena adanya praktik-praktik tasawuf palsu atau pseudo-tasawuf yang praktiknya jauh menyimpang Bakri, 2020. Tarian merupakan budaya masyarakat yang patut untuk dilestarikan. Terlebih budaya dapat mencerminkan bahasa dan sikap masyarakatnya. Budaya mempengaruhi bagaimana masyarakat menggunakan bahasa sehari-hari untuk berinteraksi. Tari Sufi perlu dilestarikan keberadaanya, yang dimana tarian ini merupakan salah satu budaya masyarakat dari Turki yang kini menjadi budaya masyarakat Indonesia. Tari Sufi mengandung bahasa yang tercermin disetiap gerakan dan fisik penari. Ketika menari terdapat gerakan seperti orang sedang berdoa. Bahasa tubuh tersebut mengisyaratkan bahwa ketika menari para penari Sufi melakakan doa dan pemujaan kepada Allah untuk dirinya sendiri dan orang lain. Umumnya para penari Sufi memakai pakaian mirip jubah yang berwarna hitam atau putih. Namun, seiring perkembangan zaman pakaian Sufi berwarna tidah hanya hitam putih saja, bisa biru, hijau, dan lain-lain. Warna hitam sendiri menyimbolkan kuburan, sedangkan warna putih sebagai simbol kain kafan. Warna pakaian Tari Sufi bermaksud agar manusia senantiasa mengingat bahwa kematian tidak ada yang tahu kecuali Allah Sang Pencipta. Dengan begitu manusia menjadi lebih mengerti bahwa sebenarnya dunia ini fana dan yang kekal adalah kehidupan di akhirat kelak. Pakaian seperti jubah dengan rok yang lebar dan topi memanjang disebut sebagai sikke. Sikke ini melambangkan batu nisan wali dan sufi. Alas kaki yang dipakai oleh Penari Sufi disebut kuff. Kuff ini sering dipakai Nabi Muhammad Saw. disaat musim dingin dan ketika melakukan perjalanan. Dari pakaian yang dikenakan para penari sufi mengandung berbagai makna yang melekat pada diri manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Bahasa memendang bahwa tarian ini mengandung filosofi setiap pakaian dan gerakan tubuh pada penari sufi. Filosofi ini tentu berkaitan dengan budaya masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupan. Tari Sufi sebagai salah satu budaya Islam yang memiliki nilai religius tinngi. Terlebih di Indonesia sendiri mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Budaya tarian ini diterima keberadaanya oleh masyarakat karena nilai 109 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya spiritualnya sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh dan psikologis. Budaya dapat pula diartikan sebagai tatanan masyarakat dalam kehidupan. Masyarakat yang berbudaya senantiasa memandang bahwa segala penciptaan akan sesuau memiliki latar belakang, maksud, dan tujuan. Budaya dan bahasa sebagai dua komponen yang saling mempengaruhi. Hal ini dapat dikatakan hubungan yang koordinatif. Keduanya saling berdampingan dikehidupan masyarakat. Tari Sufi menjadi cerminan untuk masyarkat agar berbahasa dan bertingkah laku yang baik dan terpuji. Tarian yang berciri khas berputar-putar ini hadir ditengah budaya masyarakat yang mulai terbawa dengan keindahan duniawi hingga lupa bahwa masih ada kehidupan di akhirat. Hal ini disebabkan karena kurangnya rasa cinta kepada Allah Sang Pencipta Alam Semesta. Melalui Tari Sufi ini lah media masyarakat yang mulai goyah dengan jati dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tarian ini memberikan dampak positif untuk budaya dan bahasa masyarakata yang mengalami kemunduran. Tentunya dampak ini akan mempengaruhi bagimana kita bersikap sebagaimana manusia yang sesungguhnya sangat kecil dan hanyalah Allah Swt. Yang Maha Besar Salah satu kebudayaan berupa tarian khas ini perlu dilestarikan keberadaannya. Mengingat pentingnya kesehatan jiwa dan raga. Peran Tari Sufi terhadap Psikologis Psikologis merupakan bagian dari psikologi yang berkaitan tentang kejiwaan. Semua hal yang mempengaruhi jiwa seseorang akan menentukan psikologis seseorang. Semakin berkembangnya zaman, maka teknologi semakin canggih. Keberadaan teknologi tersebut mampu berakibat pada munculnya masalah psikologis. Kemajuan tekanologi akan menciptakan mesin-mesin dalam industri yang berakibat pada berkurangnya lapangan pekerjaan. Pengangguran menjadi dampak selanjutnya yang berakhir pada kesenjangan antara cita-cita dan realitas. Contoh kedua adalah kemajuan teknologi akan berakibat pada tingginya tuntutan pekerjaan. Kemudian, persaingan kerja semakin meningkat dan muncul masalah-masalah dalam lingkungan kerja, diri sendiri, dan materialistis. Kedua contoh tersebut berdampak pada hal besar, yaitu tekanan berat, seperti cemas, depresi, dan kehampaan spiritual permasalahan psikologis. 110 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya Dalam memilih jalan penyelesaian suatu masalah, manusia terkadang dan seringnya salah. Menganggap bahwa semua permasalah dapat diatasi dengan materi dan cara-cara fisikal. Padahal, tidak semua permasalahan bersifat jasmani. Permasalah psikolgis merupakan kunci utama yang besar dampaknya pada kesehatan jasmani. Permasalah psikologis tersebut dapat diatasi dengan hal-hal yang memuat unsur-unsur rohaniah dan spiritualitas. Psikologis sebagai bagian dari psikologi berkaitan erat dengan psikoterapi. Psikoterapi merupakan mekanisme pengobatan dalam psikologi. Fokus utama psikoterapi dalam psikologi mencangkup dua jenis, yaitu psikologi mempelajari perilaku sebagai upaya untuk menciptakan kesehatan mental dan psikologi mempelajari perilaku untuk mengubah perilaku abnormal manusia. Berdasarkan pengertian tersebut, psikoterapi dan tasawuf memiliki beberapa persamaan. Persamaan pertama, keduanya memiliki tujuan untuk menyembuhkan masalah kejiwaan. Tasawuf selalu fokus pada kejiwaan manusia sejak adanya Islam. Hal tersebut diharapakan agar seseorang dapat memiliki perilaku yang mulia yang pada akhirnya mengakibatkan ketentraman hidup Nurdin, 2021. Terdapat beberapa jenis psikoterapi, salah satunya adalah psikoterapi dengan pendekatan psikologi Islam. Menurut Mujib 2017, kepribadian manusia dibagi menjadi tiga, yaitu kepribadian mukmin, Muslim, dan muhsin. Psikoterapi dalam paradigma psikologi Islam lebih mengutamakan pada peningkatan-peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah. Hal itu dikarenakan gangguan psikologis yang dialami manusia lebih kepada kecemasan yang hadir akibat dari dosa-dosa yang telah dilakukan. Kualitas dan kuantitas ibadah yang baik dapat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Kedekatan terhadap Tuhan dpat memicu kedamaian hati. Hati yang damai adalah kunci keadaan psikologis yang baik. Tari Sufi sebagai wujud tasawuf, memiliki fungsi psikoterapi. Hal tersebut ditunjukkan pada prinsip-prinsip psikoterapi yang sesuai atau sejalan dengan keberadaan Tari Sufi. Pertama, psikoterapi mendorong pasien untuk berani mendiskusikan hal-hal yang dialami, dan dirasakan mengganggu dan membuat perasaan pasien tidak tenang tanpa adanya penghakiman atas masalah yang didiskusikan Mujib, 2017. Sama halnya dengan psikoterapi, dalam Tari Sufi, seorang guru membiarkan para muridnya untuk menari 111 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya berputar disertai dengan zikir dan selawat. Dalam proses tersebut, para penari dibiarkan untuk mengakui segala dosa-dosa yang pernah dilakukan kepada Allah tanpa adanya protes dan penghakiman. Pengakuan dosa tersebut diharapkan dapat menuntun seorang penari untuk introspeksi dan mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk sebelumnya Nurdin, 2021. Kedua, tujuan akhir psikoterapi adalah adanya perubahan perilaku pasien agar dapat menyesuaikan diri secara efektif terhadap lingkungannya Nurdin, 2021. Begitu pula dengan Tari Sufi yang memiliki tujuan agar seorang penari dapat memahami mana yang baik dan mana yang salah dari introspeksi diri yang dilakukan dengan pendekatan jiwa kepada Tuhan. Menyucikan jiwa dari segala hal buruk sehingga dalam mengambil sikap saat menghadapi permasalahan dunia dapat lebih tertata emosinya. Emosi seseorang sangat berpengaruh tehadap cara bersikap. Semakin sabar seseorang, maka semakin tenang dan mampu memecahkan masalah tersebut tanpa ada hal berbau negatif yang terjadi, seperti berbicara kasar sehingga dapat memicu rasa sakit hati seseorang, adu jotos yang bahkan dapat membuat nyawa melayang, dan sebagainya. Metode Tari Sufi sebagai Media Terapi Psikologis Tari Sufi yang merupakan tarian bernuansa Islam untuk terapi psikologis terdapat tata cara untuk melakukannya. Tata cara ini diyakini akan mempercepat dalam memperoleh penyembuhan psikologis. Tata cara untuk melakukan Tari Sufi diyakini tidak membuat kepala pusing jika dilakukan dengan benar meskipun berputar-putar hingga berjam-jam. Tata cara untuk melakukan tarian ini dibagi menjadi dua, yaitu wajib dan pengembangan. Tata cara wajib pada Tari Sufi dengan berputarnya tubuh berlawanan arah jarum jam, artinya berputar dari kanan ke kiri seperti orang yang sedang umrah atau haji ketika melakukan ihram. Sementara tata cara pengembangan dari Tari Sufi diawali dengan jempol kaki kanan menginjak jempol kaki kiri. Kemudian tangan kanan memegang pundak kiri dan tangan kiri memegang pundak kanan. Bentuk seperti silang dengan tangan kanan berada di depan tangan kiri. Menundukkan kepala seperti orang yang sedang rukuk dalam Sholat. Menunduk ini sebagai simbol penghormatan kepada Allah, guru, dan orang tua. Pengembangan dalam segi gerakan ketika menari dapat berupa tangan di atas atau di bawah, tangan membentuk hati, tangan membentuk 112 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya seperti orang yang sedang berdoa, dan gerakan lain sesuai pikiran atau imajinasi penari sendiri. Ketika melakukan Tari Sufi tidak hanya berputar-putar saja, melainkan teknik-teknik untuk melakukannya harus dilakukan sesuai tata cara yang berlaku. Kemudian di dalam tarian ini terdapat bacaan yang harus dibaca sebelum dan ketika menari berlangsung. Bacaan untuk Tari Sufi yang paling utama adalah shalawat. Bacaan shalawat ini menjadi bacaan utama dikarenakan ketika bershalawat akan diikuti dengan dzikir. Shalawat sendiri berarti kita berdoa dan sekaligus berdzikir kepada Allah serta terlimpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad Saw. Bacaan doa sebelum melakukan tari ini adalah Al-Fatihah. Hidiyah Fatihah merupakan doa atau wasilah. Wasilah dapat diartikan sebagai jalan atau jembatan yang menyegerakan doa kita cepat terkabul. Dengan demikian terdapat ritual sebelum melakukan Tari Sufi, yaitu melakukan wasilah atau tawasul. Dapat dikatakan bahwa bacaan Al-Fatihah ini sangat penting dalam Tari Sufi sebagai jalan doa cepat terkabulkan. Wasilah ini merupakan doa yang ditujukan untuk Nabi Muhammad, Syekh Abdul Kodir Jaililani, para guru, orang tua, Jalaludin ar-Rumi sebagai pencipta Tari Sufi, Syekh Syamsuddin al-Idris, dan Sanad yang merupakan tersambungnya ilmu kepada penari sufi. Kemudian ketika menari dapat membaca bacaan yang disebut zikir. Berbeda dengan shalawat yang pasti berzikir, untuk zikir sendiri belum tentu salawat. Bacaan dzikir lebih pendek daripada salawat, seperti Allah, Subhanallah, Alhamdulilah, dan lain sebagainya. Sebelum dan sudah melakukan Tari Sufi harus ada penghormatan yang dilakukan secara urut, meliputi 1 Penghormatan kepada orang tua; 2 Penghormatan kepada guru; 3 Penghormatan kepada pejabat; dan 4 Penghormatan kepada semua orang yang ada dalam satu ruang. Metode untuk melakukan Tari Sufi tersebut harus dilakukan dengan benar. Para penari tidak akan pusing jika langkah-langkah tersebut diterapkan, Bahkan ketika menari berlangsung dapat hidayah dari Allah seperti berada di tempat yang serba putih, melihat orang yang didoakan, hingga tidak bisa berhenti sehingga hanya bisa berhenti jika ada orang lain yang membantu untuk berhenti menari. 113 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya Perkembangan Psikologis Penari Sufi Kuesioner yang telah dibagikan pada tanggal 28 Juni–5 Juli 2021 mendapatkan sepuluh responden dari anggota Sanggar Tari Sufi ABG Angudi Berkahing Gusti Desa Gendukepuh, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Usia mayoritas responden adalah 70% 20-21 tahun, sedangkan sisanya berusia 11-14 tahun. Sepuluh responden tersebut memiliki kesibukan yang berbeda-beda dalam menghabiskan waktu setiap harinya. Empat dari responden adalah pelajar, sedangkan sisanya adalah bekerja swasta, santri, dan kursus jahit. Hasil yang didapat dari kuesioner kepada anggota Sanggar Tari Sufi ABG adalah lama waktu bergabung dengan sanggar tersebut. 60% responden memiliki pengalaman bergabung dan mempelajari Tari Sufi selama kurang lebih dua tahun. Responden memiliki alasan yang berbeda-beda saat awal mula bergabung dengan sanggar tari tersebut. Berdasarkan bermacam-macam bentuk alasan yang disampaikan, dapat digolongkan menjadi empat alasan utama, yaitu 1 Berawal dari rasa tertarik dan keinginan menjadi seperti penari sufi lainnya, namun setelah lebih mengetahui hakikat tari Sufi yang sesungguhnya, maka ingin lebih mendalami, 2 Ingin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, 3 Tertarik pada majlis atau sanggar ABG dan ingin tahu lebih lanjut, dan 4 Keindahan. Alasan mayoritas responden adalah untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Hal tersebut disadari responden ketika merasa bahwa dirinya terlalu banyak bergantung dan menghabiskan waktu untuk masalah yang berkaitan dengan duniawi. Maka, ketika menyadari kesalahan tersebut, responden merasa bersalah dan melakukan Tari Sufi sebagai media untuk lebih mendekatkan diri, dari segi hati dan perasaan, kepada Allah. Alasan selanjutnya berawal dari rasa tertarik terhadap keunikan Tari Sufi. Tarian yang dari mata orang biasa hanya tampak seperti berputar-putar saja menjadi keunikan dan ciri khas dari Tari Sufi. Berbagai pertanyaan muncul berkaitan dengan rasa pusing yang mungkin tidak dirasakan oleh para penari menjadi dasar keinginan responden untuk bisa seperti penari sufi. Alasan berikutnya anggota Sanggar ABG tertarik terhadap majelis atau sanggar tari tersebut. Awal mula karena melihat bahwa sanggar tari yang sederhana mampu menampilkan penari yang bisa berputar dan terus melantunkan zikir kepada Allah menjadikan responden tertarik untuk bergabung dan mempelajari hal-hal yang diajarkan guru sanggar 114 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya kepada penari hingga bisa berputar-putar sembari berzikir dengan terlihat tanpa merasa pusing dan sakit. Alasan terakhir adalah terkait keindahan tarian. Responden menganggap bahwa tari sufi yang dipraktikan dengan berzikir dan berselawat merupakan keindahan yang menarik. Sebagaimana pada alasan sebelumnya, keindahan Tari Sufi justru terletak pada keunikan tarian yag hanya terdiri dari gerakan berputar terus-menerus. Keindahan juga terletak pada bacaan-bacaan yang dilantunkan penari ketika berputar. Berkaitan dengan lama waktu dan pengaruhnya terhadap psikologis, 70% responden merasakan pengaruhnya dalam psikologis. Pertama, tercipta ketenangan jiwa dan kedamaian hati. Setelah mengikuti Sanggar Tari Sufi ABG, responden yang awalnya merasa tidak memiliki kedamaian hati akibat dari masalah-masalah yang menekan daripada hal-hal duniawi. Kedua, terdapat perubahan perilaku dalam hal positif. Hati yang tenang dan damai akan berpengaruh dalam cara bersikap saat menghadapi suatu hal yang berkaitan dengan masalah-masalah atau lingkungan responden. Perubahan sikap yang terjadi yaitu, lebih sabar dan tidak tergesa-gesa dalam segala hal, mampu berpikir cepat dan logis, lebih percaya diri, dan lebih fokus dalam mengerjakan suatu hal. Tari sufi dengan keindahan dan gerakan berputarnya dapat menyentuh kalbu lewat sentuhan spiritual yang tersirat, sehingga berdampak pada kasih sayang dan akhlak yang mulia Kristina, 2019. SIMPULAN Tari sufi berdampak positif dalam bersikap sebagaimana manusia yang sesungguhnya sangat kecil dan hanyalah Allah Subhanu Wa Ta’ala Yang Maha Besar. Tari Sufi merupakan salah satu kebudayaan berupa tarian khas yang perlu dilestarikan keberadaannya, mengingat pentingnya kesehatan jiwa dan raga. Tata cara untuk melakukan tari sufi tidak menimbulkan efek pusing jika dilakukan dengan benar meskipun berputar-putar hingga berjam-jam. Metode untuk melakukan Tari Sufi harus dilakukan dengan benar. Para penari tidak akan pusing jika langkah-langkah tersebut diterapkan, Bahkan ketika menari berlangsung sebagian akan dapat hidayah dari Allah seperti berada di tempat yang serba putih, melihat orang yang didoakan, hingga tidak bisa berhenti sehingga hanya bisa berhenti jika ada orang lain yang membantu untuk berhenti menari. Tari sufi bisa dijadikan sebagai media terapi psikologis bagi orang-orang yang mengalami masalah-masalah duniawi, sehingga seorang yang 115 P-ISSN 1979-598X; E-ISSN 2548-1770 Krisgianto, Rizqa Dwi Utami, Tasya Angelita, Asep Yudha Wirajaya melakukan tari sufi dapat pengaruh positif terhadap kehidupannya. Para penari Sufi menjadi lebih tenang dan lebih berhati-hati dalam bertindak karena beranggapan bahwa kehidupan duniawi hanyalah kehidupan yang semata-mata tempat singgah, bukan parameter kehidupan yang abadi. REFERENSI Arroisi, J. 2018. Spiritual Healing dalam Tradisi Sufi. Jurnal Peradaban Islam. 142 323-348. Bakri, Syamsul dan Ahmad Saifuddin. 2019. Sufi Healing Integrasi Tasawuf dan Psikologi dalam Penyembuhan Psikis dan Fisik. Depok PT RajaGrafindo Persada. Bakri, S. 2020. Akhlaq Tasawuf Dimensi Spiritual dalam Kesejarahan Islam. Sukoharjo EFUDEPRESS. Dja’far, Halimah. 2015. Teologi Sufi Jalaluddin Rumi. Yogyakarta UIN Sunan Kalijaga Press. Falah, Ahmad Roisul. 2015. Makna Tarian Sufi Jalaluddin Rumi di Pondok Pesantren Roudlotun Ni’mah Kalicar. Skripsi. Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Walisongo. Tidak dipublikasikan. Fanani, Zainal. 2011. Sema whirling Dervis Dance Tarian Cinta Yang Hilang. Yogyakarta DIVA Pres. Frager, Robert. 1999. Psikologi Sufi Untuk Transformasi Hati, Jiwa, dan Ruh. Jakarta Zaman. Kristina, A. 2019. Tari Sufi dan Penguatan Pemahaman Keagamaan Moderat Kaum Muda Muslim Studi Kasus Tari Sufi Karanganyar, Jawa Tengah. Jurnal Sosial Budaya, 162. Mujib, Abdul. 2017. Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam. Jakarta RajaGrafindo Persada. Syukur, Amin. 2011. Sufi Healing Taerapi Dalam Literatur Tasawuf. Semarang Walisongo Press. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Syamsul BakriAhmad SaifuddinTasawuf sebagai aspek spiritual dalam Islam mistisisme Islam dalam sejarahnya juga dikembangkan dalam bentuk penyembuhan, atau yang dikenal dengan istilah sufi healing. Sufi healing merupakan produk ijtihadi ulama tasawuf dan ahli ilmu hikmah dalam membumikan nilainilai tasawuf sebagai media terapi untuk penyembuhan dan kesehatan. Pola penyembuhan yang demikian tergolong pola penyembuhan spiritual. Teknik penyembuhan spiritual spiritual medicine berbasis pada paradigma dasar bahwa spiritualitas dapat menjadi teknik pengobatan terhadap berbagai penyakit, baik penyakit fisik, psikis, mental maupun gangguan spiritual itu sendiri. Penyembuhan dengan metode tasawuf sudah berkembang dalam waktu yang sangat panjang. Bahkan menjadi pola penyembuhan alternatif yang banyak diminati masyarakat. Zikir-zikir dan laku-laku tasawuf secara umum akan memunculkan energi positif yang datang dari Allah Swt. yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, penyembuhan dan peningkatan spiritualitas. Di era kekinian, manusia mulai merasakan dampak-dampak yang tidak diharapkan dari perkembangan teknologi dan industri. Hal ini menginspirasi segenap kalangan untuk melirik model-model penyembuhan tradisional, agar memiliki imunitas spiritual sehingga dampak-dampak negatif arus industrialisasi dapat diantisipasi. Jarman ArroisiIn this modern era, some people are more often faced with the high social, economic, political, legal problems. As a result, difficult, anxious, and depression continue to overshadow, even inevitable sekes again. Various ways taken to reduce the burden, to healt of life. There are sports, yoga, going to clinic, alternative medicine, and others including counseling to a psychologist. Psychologists receive an order surge over this problem. But as its limitations, the problem never finished, even more so. This study is present to find out the failure of psychologists to solve problems and to find alternative solutions as models. The construction begins from a critical analytical to the human concept that psychologists believe. Then proceed by analyzing the pattern of overcoming the problem. On the basis of in-depth study, found that the psychologist's inability is not due to his method, but rather his concept of an incomplete human being. According to him humans have two dimensions jismiyah and nafsiyah, without belief aspects of ruhiyah as its essence. This concepts have implications for counseling that do not touch the essence of the real problem. The psychologist's point of view about human beings, and the pattern of unraveling such problems are different from those of the Sufis. To heal the mental healt, most of Sufis such as Robi'ah al-Adawiyah, Abi Yazid al-Bistami, al-Hallaj and al-Qushyairi prefer the spiritual approach as the therapist. With a spiritual approach, the core content untouched by psychologists has become the right momentum momentum. They can not only finish their souls, but more of that the benefits, even the tranquility and happiness of Tarian Sufi Jalaluddin Rumi di Pondok Pesantren Roudlotun Ni'mah Kalicar. Skripsi. Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri WalisongoAhmad FalahRoisulFalah, Ahmad Roisul. 2015. Makna Tarian Sufi Jalaluddin Rumi di Pondok Pesantren Roudlotun Ni'mah Kalicar. Skripsi. Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Walisongo. Tidak Sufi Untuk Transformasi HatiRobert FragerFrager, Robert. 1999. Psikologi Sufi Untuk Transformasi Hati, Jiwa, dan Ruh. Jakarta KristinaKristina, A. 2019. Tari Sufi dan Penguatan Pemahaman Keagamaan Moderat Kaum Muda Muslim Studi Kasus Tari Sufi Karanganyar, Jawa Tengah. Jurnal Sosial Budaya, 162.Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam. Jakarta RajaGrafindo PersadaAbdul MujibMujib, Abdul. 2017. Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam. Jakarta RajaGrafindo Persada.